Tafsimix - Apa yang akan anda lakukan jika saudara anda secara ceroboh meninggalkan sepatu anda di tempat umum dan tidak sengaja menghilangkannya padahal sepatu itu adalah satu-satunya sepatu anda yang akan anda gunakan ke sekolah setiap harinya? Kemungkinan besar anda akan marah dan kesal pada saudara anda. Anda mungkin akan segera melaporkannya kepada orangtua anda yang bisa jadi mendatangkan hukuman bagi saudara anda tersebut. Ketika anda masih kecil dan tidak memiliki banyak pertimbangan, hal semacam itu mungkin saja terjadi.
Tapi, tentu tidak semua anak akan mengambil langkah seperti itu. Sebagian kecil mungkin akan berbicara secara empat mata dengan saudara mereka untuk mencari solusinya sebelum terburu-buru mengadu pada orangtua. Nah, nilai inilah yang terkesan sederhana namun menjadi pembelajaran berharga bagi setiap orang yang menyaksikannya. Pada kesempatan ini, tafsimix akan membagikan sebuah kisah dalam sebuah film semi dokumenter yang sangat menginspirasi.
Selain sebagai media hiburan, film umumnya diproduksi dengan menghadirkan suatu nilai atau pelajaran tertentu yang ingin dibagikan kepada penonton. Dengan adanya nilai atau pesan yang terkandung di dalamnya, sebuah film tidak hanya menjadi sekedar tontonan melainkan juga sebagai media pembelajaran atau bahkan menjadi tuntunan bagi penikmatnya. Tidak sedikit film yang berhasil menginspirasi dan membawa perubahan untuk banyak orang. Salah satu film yang menurut tafsimix sangat menginspirasi adalah film berjudul 'Children of Heaven' yang dirilis tahun 2000an dan masih sering diperbincangkan hingga saat ini.
Children of Heaven merupakan sebuah film sederhana yang ringan namun sangat kental akan pesan hidup. Film asal Timur Tengah ini diarahkan oleh sutradara Majid Majidi, salah satu sutradara yang terkenal di perfilman Iran. Film ini menceritakan tentang dua orang kakak beradik yang terpaksa bergantian memakai sepatu yang sama untuk bersekolah karena sang kakak tak sengaja menghilangkan sepatu sang adik.
Kisah bermula ketika sang kakak, Ali (Amir Farrokh Hashemian) tak sengaja menghilangkan satu-satunya sepatu sekolah sang adik, Zahra (Bahere Seddiqi). Sepatu itu sebelumnya sedang diperbaiki di tukang sol sepatu. Saat tiba di rumah, sang adik menanyakan sepatunya dan terkejut saat tahu sepatunya hilang.
Perdebatan pun terjadi antara keduanya. Meski kesal dan marah, Zahra sepakat untuk tidak memberitahukan orangtuanya mengenai kabar tersebut. Saat di dalam rumah, kedua saudara ini sempat berbicara melalui tulisan di buku (saat mereka sedang belajar). Mereka secara bergantian menulis pertanyaan dan jawaban dalam sebuah buku layaknya chatting namun dalam era yang sangat konvensional.
Dalam perbincangan tersebut, Zahra menanyakan kepada Ali bagaimana ia akan pergi ke sekolah karena sepatu satu-satunya sudah hilang. Sambil terus membujuk, Ali berusaha meyakinkan Zahra untuk menyembunyikan masalah itu dari orangtua mereka karena sang Ayah tidak punya uang dan adik mereka masih bayi butuh susu. Sang Ayah kemungkinan akan sangat marah jika mengetahui hal tersebut.
Di waktu yang sama, sang Ayah yang berada tak jauh di depan mereka sedang berbicara dengan sang Ibu dan Ia terlihat marah karena masalah yang lain. Setelah bernegosiasi, akhirnya Ali berhasil meyakinkan Zahra untuk tutup mulut. Untuk membujuk sang adik, Ali memberikan hadiah pensil kepada Zahra.
Sebagai solusinya, kedua saudara tersebut menggunakan sepatu yang sama secara bergantian. Zahra akan memakai sepatu Ali ke sekolah dan Ali akan memakainya setelah Zahra pulang sekolah (kebetulan Ali sekolah jam siang). Oleh karena itu, Zahra terpaksa harus cepat-cepat pulang agar Ali tidak terlambat ke sekolahnya.
Meski hal itu berhasil, namun di sinilah kembali muncul konflik lainnya. Meski sudah berusaha agar pulang tepat waktu dan terkadang berlari untuk memberikan sepatunya kepada sang kakak, namun Ali masih terambat tiba di sekolah dan mendapat teguran dari kepala sekolah.
Salah satu adegan yang cukup menyedihkan dan menyentuh adalah ketika Zahra yang berlari terburu-buru sepulang sekolah tanpa sengaja menjatuhkan sepatunya ke parit yang airnya mengalir. Karena sepatu itu longgar di kaki Zahra, sepatu itu terlepas saat ia melompati parit.
Dengan susah payah Zahra mencoba mengejar sepatu yang hanyut di parit tapi karena airnya cukup deras, Zahra selalu gagal. Zahra sempat menangis karena sepatu itu tersangkut di bawah titi. Untungnya ia mendapat bantuan dari seorang pria dan berhasil mendapatkan sepatunya kembali.
Tapi karena kendala tersebut, ia akhirnya terlambat dan Ali juga memarahinya karena sepatu itu basah. Pada saat itu, Zahra juga kesal karena ia merasa sudah berusaha sebaik mungkin. Ia juga sempat mengungkit kesalahn Ali yang menghilangkan sepatunya sehingga mereka harus bergantian sepatu setiap hari.
Karena sering terlambat tiba di sekolah, Ali akhirnya tidak diizinkan masuk ke kelas oleh kepala sekolah dan disuruh pulang. Ali sudah berusaha memohon agar dimaafkan namun tak berhasil. Ali akhirnya keluar meninggalkan sekolah sambil menangis. Beruntung, di depan sekolah ia bertemu dengan salah seorang guru yang mengetahui prestasi Ali sehingga sang guru membantu membujuk kepala sekolah dan Ali pun akhirnya diizinkan masuk.
Memakai sepatu secara bergantian tetap mereka lakukan selama beberapa hari. Pada masa-masa itu, Zahra akhirnya bertemu dengan salah seorang siswi di sekolahnya yang memakai sepatunya yang hilang. Zahra kemudian mengikuti murid tersebut untuk mengetahui ruamhnya.
Setelah mengetahui rumah murid itu, Zahra kembali datang ke sana bersama Ali. Kemungkinan mereka menginginkan sepatu itu kembali dan mencoba mengamati dari kejauhan. Namun saat tahu bahwa murid itu adalah anak dari seorang pria yang buta dan berjualan asongan, kedua saudara tersebut akhirnya pergi dan mengikhlaskan sepatu tersebut.
Suatu hari, Ali melihat pengumuman di mading tentang perlombaan lari yang salah satu hadiahnya sepatu. Ali pun tertarik untuk ikut sebab jika ia menang maka ia akan memperoleh sepatu yang rencananya aka dijual kemudian uangnya digunakan untuk membeli sepatu Zahra.
Meski pendaftaran sudah ditutup, Ali terus berusaha membujuk guru olahraga agar ia diizinkan bergabung. Sang guru dengan tegas menolak karena seleksi sudah selesai dilakukan. Namun karena Ali memohon sambil menangis, akhirnya sang guru setuju untuk mengetes Ali dan akhirnya Ali berhasil diikutsertakan.
Jika peserta lain berharap menjadi juara pertama, berbeda halnya dengan Ali yang mengejar posisi ketiga karena hanya posisi ketiga yang menghadiakan sepatu. Sepanjang perlombaan, Ali berusaha mempertahankan posisinya dan teteap fokus pada posisi ketiga. Namun mendekati finish, salah satu peserta bertingkah curang dan menyebabkan Ali jatuh.
Entah karena terlalu bersemangat atau karena termotivasi, Ali yang bangkit masih berhasil mempertahankan posisinya dan terus berlari. Namun ketika tiba di finish, Ali ternyata keluar sebagai juara pertama. Bukannya senang, Ali malah menangis saat tahu ia berada di posisi pertama. Tentu saja ia sedih sebab harapannya untuk membelikan Zahra sepatu sudah pupus.
Saat tiba di rumah, Zahra menyambut Ali dengan senyuman lebar di bibirnya karena ia berfikir ia akan segera mendapatkan sepatu baru. Namun saat melihat ekspresi Ali yang lemas dan sedih, senyum Zahra pun menghilang. Ia tahu Ali tidak berhasil mendapat posisi ketiga. Meski begitu, pada tayangan akhir film ini terlihat sang Ayah membelikan dua pasang sepatu untuk Ali dan Zahra.
Dari film Children of Heaven ini kita dapat belajar banyak hal mulai dari pengorbanan, kepedulian, tanggungjawab, serta pengertian. Kita dapat melihat bagaimana anak kecil seperti Ali dan Zahra mampu mengesmpingkan ego mereka demi kebaikan bersama dan saling mengasihi. Sikap pengertian mereka juga mengajarkan sikap yang seharusnya kita bangun sebagai seorang anak terhadap orangtua dan saudara kita.
Demikianlah inspirasi dari film Children of Heaven yang dapat tafsimix bagikan. Semoga kisah ini dapat memberikan inspirasi bagi kita untuk menjadi lebih baik. Untuk saling mengaisihi, memahami, menerima kekurangan, mensyukuri hidup, dan menemukan kebahagiaan dari sekecil apapun yang kita miliki.
Tapi, tentu tidak semua anak akan mengambil langkah seperti itu. Sebagian kecil mungkin akan berbicara secara empat mata dengan saudara mereka untuk mencari solusinya sebelum terburu-buru mengadu pada orangtua. Nah, nilai inilah yang terkesan sederhana namun menjadi pembelajaran berharga bagi setiap orang yang menyaksikannya. Pada kesempatan ini, tafsimix akan membagikan sebuah kisah dalam sebuah film semi dokumenter yang sangat menginspirasi.
Selain sebagai media hiburan, film umumnya diproduksi dengan menghadirkan suatu nilai atau pelajaran tertentu yang ingin dibagikan kepada penonton. Dengan adanya nilai atau pesan yang terkandung di dalamnya, sebuah film tidak hanya menjadi sekedar tontonan melainkan juga sebagai media pembelajaran atau bahkan menjadi tuntunan bagi penikmatnya. Tidak sedikit film yang berhasil menginspirasi dan membawa perubahan untuk banyak orang. Salah satu film yang menurut tafsimix sangat menginspirasi adalah film berjudul 'Children of Heaven' yang dirilis tahun 2000an dan masih sering diperbincangkan hingga saat ini.
Children of Heaven merupakan sebuah film sederhana yang ringan namun sangat kental akan pesan hidup. Film asal Timur Tengah ini diarahkan oleh sutradara Majid Majidi, salah satu sutradara yang terkenal di perfilman Iran. Film ini menceritakan tentang dua orang kakak beradik yang terpaksa bergantian memakai sepatu yang sama untuk bersekolah karena sang kakak tak sengaja menghilangkan sepatu sang adik.
Kisah bermula ketika sang kakak, Ali (Amir Farrokh Hashemian) tak sengaja menghilangkan satu-satunya sepatu sekolah sang adik, Zahra (Bahere Seddiqi). Sepatu itu sebelumnya sedang diperbaiki di tukang sol sepatu. Saat tiba di rumah, sang adik menanyakan sepatunya dan terkejut saat tahu sepatunya hilang.
Perdebatan pun terjadi antara keduanya. Meski kesal dan marah, Zahra sepakat untuk tidak memberitahukan orangtuanya mengenai kabar tersebut. Saat di dalam rumah, kedua saudara ini sempat berbicara melalui tulisan di buku (saat mereka sedang belajar). Mereka secara bergantian menulis pertanyaan dan jawaban dalam sebuah buku layaknya chatting namun dalam era yang sangat konvensional.
Dalam perbincangan tersebut, Zahra menanyakan kepada Ali bagaimana ia akan pergi ke sekolah karena sepatu satu-satunya sudah hilang. Sambil terus membujuk, Ali berusaha meyakinkan Zahra untuk menyembunyikan masalah itu dari orangtua mereka karena sang Ayah tidak punya uang dan adik mereka masih bayi butuh susu. Sang Ayah kemungkinan akan sangat marah jika mengetahui hal tersebut.
Di waktu yang sama, sang Ayah yang berada tak jauh di depan mereka sedang berbicara dengan sang Ibu dan Ia terlihat marah karena masalah yang lain. Setelah bernegosiasi, akhirnya Ali berhasil meyakinkan Zahra untuk tutup mulut. Untuk membujuk sang adik, Ali memberikan hadiah pensil kepada Zahra.
Sebagai solusinya, kedua saudara tersebut menggunakan sepatu yang sama secara bergantian. Zahra akan memakai sepatu Ali ke sekolah dan Ali akan memakainya setelah Zahra pulang sekolah (kebetulan Ali sekolah jam siang). Oleh karena itu, Zahra terpaksa harus cepat-cepat pulang agar Ali tidak terlambat ke sekolahnya.
Meski hal itu berhasil, namun di sinilah kembali muncul konflik lainnya. Meski sudah berusaha agar pulang tepat waktu dan terkadang berlari untuk memberikan sepatunya kepada sang kakak, namun Ali masih terambat tiba di sekolah dan mendapat teguran dari kepala sekolah.
Salah satu adegan yang cukup menyedihkan dan menyentuh adalah ketika Zahra yang berlari terburu-buru sepulang sekolah tanpa sengaja menjatuhkan sepatunya ke parit yang airnya mengalir. Karena sepatu itu longgar di kaki Zahra, sepatu itu terlepas saat ia melompati parit.
Dengan susah payah Zahra mencoba mengejar sepatu yang hanyut di parit tapi karena airnya cukup deras, Zahra selalu gagal. Zahra sempat menangis karena sepatu itu tersangkut di bawah titi. Untungnya ia mendapat bantuan dari seorang pria dan berhasil mendapatkan sepatunya kembali.
Tapi karena kendala tersebut, ia akhirnya terlambat dan Ali juga memarahinya karena sepatu itu basah. Pada saat itu, Zahra juga kesal karena ia merasa sudah berusaha sebaik mungkin. Ia juga sempat mengungkit kesalahn Ali yang menghilangkan sepatunya sehingga mereka harus bergantian sepatu setiap hari.
Karena sering terlambat tiba di sekolah, Ali akhirnya tidak diizinkan masuk ke kelas oleh kepala sekolah dan disuruh pulang. Ali sudah berusaha memohon agar dimaafkan namun tak berhasil. Ali akhirnya keluar meninggalkan sekolah sambil menangis. Beruntung, di depan sekolah ia bertemu dengan salah seorang guru yang mengetahui prestasi Ali sehingga sang guru membantu membujuk kepala sekolah dan Ali pun akhirnya diizinkan masuk.
Memakai sepatu secara bergantian tetap mereka lakukan selama beberapa hari. Pada masa-masa itu, Zahra akhirnya bertemu dengan salah seorang siswi di sekolahnya yang memakai sepatunya yang hilang. Zahra kemudian mengikuti murid tersebut untuk mengetahui ruamhnya.
Setelah mengetahui rumah murid itu, Zahra kembali datang ke sana bersama Ali. Kemungkinan mereka menginginkan sepatu itu kembali dan mencoba mengamati dari kejauhan. Namun saat tahu bahwa murid itu adalah anak dari seorang pria yang buta dan berjualan asongan, kedua saudara tersebut akhirnya pergi dan mengikhlaskan sepatu tersebut.
Suatu hari, Ali melihat pengumuman di mading tentang perlombaan lari yang salah satu hadiahnya sepatu. Ali pun tertarik untuk ikut sebab jika ia menang maka ia akan memperoleh sepatu yang rencananya aka dijual kemudian uangnya digunakan untuk membeli sepatu Zahra.
Meski pendaftaran sudah ditutup, Ali terus berusaha membujuk guru olahraga agar ia diizinkan bergabung. Sang guru dengan tegas menolak karena seleksi sudah selesai dilakukan. Namun karena Ali memohon sambil menangis, akhirnya sang guru setuju untuk mengetes Ali dan akhirnya Ali berhasil diikutsertakan.
Jika peserta lain berharap menjadi juara pertama, berbeda halnya dengan Ali yang mengejar posisi ketiga karena hanya posisi ketiga yang menghadiakan sepatu. Sepanjang perlombaan, Ali berusaha mempertahankan posisinya dan teteap fokus pada posisi ketiga. Namun mendekati finish, salah satu peserta bertingkah curang dan menyebabkan Ali jatuh.
Entah karena terlalu bersemangat atau karena termotivasi, Ali yang bangkit masih berhasil mempertahankan posisinya dan terus berlari. Namun ketika tiba di finish, Ali ternyata keluar sebagai juara pertama. Bukannya senang, Ali malah menangis saat tahu ia berada di posisi pertama. Tentu saja ia sedih sebab harapannya untuk membelikan Zahra sepatu sudah pupus.
Saat tiba di rumah, Zahra menyambut Ali dengan senyuman lebar di bibirnya karena ia berfikir ia akan segera mendapatkan sepatu baru. Namun saat melihat ekspresi Ali yang lemas dan sedih, senyum Zahra pun menghilang. Ia tahu Ali tidak berhasil mendapat posisi ketiga. Meski begitu, pada tayangan akhir film ini terlihat sang Ayah membelikan dua pasang sepatu untuk Ali dan Zahra.
Dari film Children of Heaven ini kita dapat belajar banyak hal mulai dari pengorbanan, kepedulian, tanggungjawab, serta pengertian. Kita dapat melihat bagaimana anak kecil seperti Ali dan Zahra mampu mengesmpingkan ego mereka demi kebaikan bersama dan saling mengasihi. Sikap pengertian mereka juga mengajarkan sikap yang seharusnya kita bangun sebagai seorang anak terhadap orangtua dan saudara kita.
Demikianlah inspirasi dari film Children of Heaven yang dapat tafsimix bagikan. Semoga kisah ini dapat memberikan inspirasi bagi kita untuk menjadi lebih baik. Untuk saling mengaisihi, memahami, menerima kekurangan, mensyukuri hidup, dan menemukan kebahagiaan dari sekecil apapun yang kita miliki.